Skip to main content

Cerita Pernikahan: Pengalaman KPP Online

Ada yang sedang menyiapkan pernikahan Katolik? Gimana? Susah nggak? Atau justru masih butuh referensi?Kali ini saya mau share pengalaman persiapan pernikahan secara Katolik yang kami lewati selama setahun ini.

Kalau kalian dan pasangan sama-sama Katolik, tinggal di kota yang berbeda dengan paroki asal atau alamat KTP, dan mau melangsungkan pernikahan, semoga cerita ini dapat membantu, ya.

Salah satu tahap yang harus dilewati untuk pelaksanaan pernikahan Katolik adalah Kursus Persiapan Pernikahan (KPP). KPP ini perlu diikuti oleh kalian dan pasangan, maksimal 6 bulan sebelum pernikahan dan minimal 2 bulan sebelum tanggal penerimaan sakramen pernikahan. 

Sebagai informasi, saya dan pasangan berencana menikah pada tanggal 24 Juli 2021 dan kami mengikuti KPP pada tanggal 13-14 Februari 2021. Saat itu, ada 2 alternatif tempat pelaksanaan KPP, yaitu di Gereja St Perawan Maria Katedral Jakarta dan Gereja St. Perawan Maria Katedral Bogor. Mempertimbangkan kemudahan akses dan persyaratan, kami sepakat untuk mengikuti kelas KPP di Katedral Bogor secara online.

Untuk penentuan lokasi KPP, silakan kalian datang atau menghubungi sekretariat gereja untuk menanyakan terkait jadwal KPP yang tersedia, ya. Sesuai pengalaman lalu, kalian tidak harus ikut KPP di paroki asal, jadi buat yang lagi merantau di luar kota bahkan luar pulau, bisa mengikuti KPP di paroki terdekat. Tapi kalau kalian berdua mau sekalian pulang dan mau ikut KPP di kota asal (kalau berasal dari kota yang sama), bisa juga kok. 

Di masa pandemi seperti ini, sebagian besar gereja membuka kelas KPP secara online, tapi silakan aktif bertanya ke paroki untuk memastikan informasi terbaru ya, mengingat saat ini grafik angka pandemi Covid telah menurun.

PERSIAPAN DOKUMEN

Nah, setelah penentuan jadwal dan lokasi pendaftaran KPP, kita mulai masuk ke penyiapan dokumen persyaratan KPP.  Sesuai pengalaman di Gereja Katedral Bogor, berikut dokumen yang perlu disiapkan:

1. Foto berdampingan ukuran 4x6, latar belakang biru.

Note: Foto berdampingan ini akan muncul di sertifikat KPP, di surat nikah, dan sebagai persyaratan pengurusan disdukcapil. Silakan kalian memakai outfit yang rapi, tata rambut sedemikian rupa, pakai make up (kalau mau), biar fotonya cukup sekali dan bisa digunakan untuk pengurusan dokumen lainnya.

2. Fotokopi dan scan Surat baptis kalian dan pasangan. 

Note: Surat baptis yang dikumpulkan sebagai persyaratan KPP tidak harus yang sudah dilegalisir terbaru. Sambil berjalan, silakan minta legalisir surat baptis yang sudah diperbarui sebagai syarat untuk kanonik.

3. Surat pengantar dari ketua lingkungan masing-masing.

Note: Kita bisa minta formulir ke gereja atau biasanya disediakan juga oleh ketua lingkungan). Isinya kurang lebih menyatakan bahwa kalian benar warga gereja Katolik di lingkungan tersebut. 

Nah, ada sedikit pengalaman menarik yang baru saya tahu saat mengurus surat pengantar ini. Kebetulan, saya mendapat sakramen baptis, krisma, dan komuni pertama di gereja Magelang, lalu saya sempat menjadi warga Semarang dan saat ini berdomisili di Jakarta. Karena saya sudah berdomisili di Jakarta lebih dari 6 bulan, maka status warga gereja saya di Semarang sudah menjadi non aktif. Artinya, surat pengantar yang harus saya dapatkan adalah surat pengantar dari ketua lingkungan terbaru (Jakarta). Mungkin poin ini juga yang harus kalian perhatikan, ya, terutama untuk para perantau.

Sudah lama tinggal di kota domisili tapi belum tahu siapa ketua lingkungannya? Jangan khawatir, kalian bisa aktif untuk menanyakan ke gereja, nama berikut nomor handphone-nya. Sekretariat gereja memiliki database lengkap setiap lingkungan. Cukup sampaikan saja alamat tempat tinggal kalian dan tujuan permintaan kontak ketua lingkungan.

Setelah semua persyaratan lengkap, saya mulai mengisi formulir pendaftaran (pakai GForm), upload dokumen, dan membayar biaya registrasi KPP. Saat itu, biayanya Rp150.000,00 (dibayar secara transfer). Untuk dokumen aslinya, tetap perlu disampaikan kepada paroki tempat pendaftaran KPP. 

PERSIAPAN PELAKSANAAN KPP

Nah, pengurusan berkas sudah selesai. Kita akan masuk ke sesi persiapan pelaksanaan KPP.

Pengalaman saya, ada admin dari panitia penyelenggara KPP yang membuat WAG dengan anggota semua peserta KPP, baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Semua informasi dan materi KPP dishare ke grup tersebut, termasuk konfirmasi apakah saat kursus nanti, pasangan akan ada di 1 frame layar Zoom atau di 2 frame layar Zoom (join dengan masing-masing akun.

Sehari sebelum pelaksanaan KPP, ada semacam briefing dari panitia yang harus diikuti oleh seluruh pasangan atau perwakilan pasangan (tidak harus keduanya ikut briefing). Pembahasannya meliputi, ketentuan selama pelaksanaan KPP, susunan acara dan materi yang akan dibawakan, penjelasan terkait penyampaian sertifikat nantinya, dll.

PELAKSANAAN KPP

Dan akhirnya, setelah melewati persiapan-persiapan tersebut, tibalah kita pada acara puncak KPP. Secara umum, KPP melalui Zoom cukup menyenangkan (buat yang sudah terbiasa bekerja atau belajar menggunakan Zoom, buat yang belum, mungkin ada rasa lelah dan jenuh). Lepas dari itu semua, kita kembalikan niat kita mengikuti KPP ini sebagai bekal mengarungi kehidupan rumah tangga, wuidih.

Tipsnya, ikuti KPP dengan baik karena pasti ada inti-inti pembelajaran yang bisa kita petik. Kalau mulai bosan, silakan berintermezzo dengan ngemut permen, minum, atau ngerasani pasangan lain (eh).

Nah setelah mengikuti KPP secara lengkap, kita akan mendapat sertifikat yang berisi foto kita bersama pasangan dan menerangkan bahwa kita telah mengikuti KPP. Sertifikat ini nanti diperlukan untuk pendaftaran kanonik.

Cerita selanjutnya tentang kanonik, akan tayang di post selanjutnya ya.

Comments

Popular posts from this blog

Halo!

Hi. I’m Riska, Indonesian. I grew up in Magelang before moving north to Semarang, the capital city of Central Java. Then I moved to Jakarta, the capital city (again) of Indonesia, for my career life.. Welcome to my blog..

Romeo India Sierra Kilo Alpha

Belum paham apa maksud judulnya? Baiklah, saatnya story time.. Di awal tahun 2018, ada acara yang cukup besar di kantor dan melibatkan banyak pihak eksternal, mulai dari Kementerian, BUMN, Perbankan, Perusahan Swasta, dan lain sebagainya. Saya pun diberi tugas untuk mengirimkan undangan dan melakukan konfirmasi kehadiran tamu. Biar cepet, konfirmasinya pakai telepon, tuh. Singkat cerita, salah satu perusahaan meminta saya bertukar alamat email untuk korespondensi acara. Berhubung alamat emailnya susah, saya minta Person In Charge (PIC)nya untuk mengeja alamat email dan ia pun mengeja huruf per huruf dengan kata-kata. Saya yang terbiasa mengeja huruf dengan A Be Ce De bingung dong. Saya pun minta PICnya untuk mengulang ejaannya berkali-kali. Dengan amat sangat polos, saya menuliskan kata per kata yang ia sebutkan itu. Di situ barulah saya sadar kalau huruf depan dari kata yang diucapkan itu adalah huruf yang dimaksud/dieja. Nah, tibalah giliran saya untuk menyampaikan alamat email. Untu