Skip to main content

Malu Bertanya Sesat di Jalan, Tapi..


 

"Gan, ane cwek. Kl foto seluruh badannya pake celana jins aja blh ga sih? Soalnya ane kga pny foto seluruh badan yg pake rok gt. Mohon pencerahan dong." - Pertanyaan ini muncul di forum lowongan kerja perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Gan. Di syarat IPK min 2.75. Punya ane 2.72 nih. Mepet bgt. Bisa lolos ga ya? Agan2 yang sblmnya sdh lolos, apakah IPKnya di atas 2.75 smua?”

Ada yang pernah membaca pertanyaan semacam itu?

Mari kita bahas..

Saat ini, kegiatan berbagi informasi melalui media sosial menjadi salah satu hal yang umum karena dinilai lebih efektif dan efisien. Salah satu informasi yang sering dibagikan di media sosial adalah lowongan pekerjaan.

Nah, kemarin saya melihat salah satu perusahaan ternama mengunggah informasi lowongan pekerjaan di Instagram. Dalam unggahan tersebut, tertera dengan amat jelas terkait lowongan apa yang dibuka dan persyaratannya. Amat jelas ya, mulai dari usia maksimal pendaftar, latar belakang pendidikan,  minimal nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pendaftar, sampai ke tata cara pendaftarannya. Keren, nih, biar pendaftar nggak bingung, kan.

Begitu saya membuka komentar di unggahan tersebut, ada pertanyaan "Min, usia maksimalnya 26 tahun, ya? Saya umur 28 bisa tetap daftar nggak ya?". Ada lagi pertanyaan "Untuk jurusan HI nggak dibuka ya, min?", padahal di latar belakang pendidikan untuk persyaratan udah jelas nggak ada jurusan HI. 

Dalam melaksanakan pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di suatu perusahaan, tim Human Resources Development (HRD) pasti telah menganalisis kebutuhan SDM di perusahaannya dan untuk mendapatkan pekerja sesuai dengan yang dibutuhkan organisasi, tim HRD ini tentunya akan mengajukan persyaratan tertentu. Misalnya, ada perusahaan jasa ekspedisi yang memerlukan SDM untuk pengembangan aplikasi, tentunya tim HRD akan membuka lowongan kerja untuk calon pekerja berlatar belakang Teknologi Informasi atau Sistem Informasi. Sama halnya untuk perusahaan yang membutuhkan tenaga angkut, tentunya ada persyaratan seperti umur dan kondisi kesehatan dengan pertimbangan bahwa pekerjaan tersebut memerlukan fisik yang kuat. Nggak mungkin dong, tim HRD akan merekrut orang dengan usia di atas 50 tahun untuk pekerjaan tenaga angkut. Jadi, semua hal yang dipersyaratkan dalam suatu lowongan pekerjaan tentunya sesuai dengan kebutuhan dari organisasi tersebut.

Pertanyaannya, apa sih tujuan orang-orang tadi menanyakan suatu hal yang sudah tertulis dengan sangat jelas? Kenapa sih orang-orang tadi menanyakan sesuatu seolah-olah persyaratan usia dan latar belakang pendidikan bisa ditoleransi?

Ada beberapa kemungkinan:

Mencari perhatian

Orang yang menanyakan hal-hal tadi nggak bermaksud buat bertanya beneran tapi sekadar mencari perhatian. Kenapa mencari perhatian? Ketika seseorang mengekspresikan sesuatu yang sama seperti apa yang kita rasakan, tanpa sadar kita akan bereaksi "Iyaa, sama nih", "Wah kok kita sama sih?", "Senasib banget". Kalau di media sosial, tentunya komentar tersebut akan diikuti dengan tanda like atau love dan ketika seseorang mendapatkan banyak komentar senasib ditambah dengan puluhan hingga ratusan tanda like dan love, maka ia akan merasa mendapat perhatian lebih dan cenderung akan meningkatkan hormon dopamin di dalam dirinya. Hormon dopamin sendiri adalah suatu hormon yang membuat perasaan senang. Alhasil, kecenderungan meningkatnya hormon dopamin tersebut dapat memicu seseorang untuk berbuat hal yang sama berulang kali. Teori tentang hubungan jumlah likes dan hormon dopamin ini bisa dicari di berbagai jurnal, ya. 

Merasa dirinya eksis dan layak 

Seorang fresh graduate dari jurusan Ekonomi/Studi Pembangunan membaca lowongan pekerjaan untuk lulusan Ilmu Ekonomi Syariah. Ketika ia sangat menginginkan lowongan tersebut, ia cenderung akan bertanya, "Bener nggak sih cuma buat Ekonomi Syariah?", "Bener nggak sih lulusan Ekonomi Pembangunan nggak boleh mendaftar". Sebetulnya ia tau bahwa jurusannya tidak ada di daftar persyaratan lowongan pekerjaan, tapi karena jurusannya juga nyaris-nyaris mirip, ia pun masih merasa eksis dan layak untuk pekerjaan tersebut.

Insecure

Nah berbanding terbalik dengan pernyataan di atas, ketika ada seseorang yang menanyakan terkait hal-hal yang sebetulnya sudah tertulis jelas, bisa jadi ia merasa insecure. Contohnya, ada lowongan pekerjaan yang mensyaratkan IPK 3,0 dan ada seseorang yang memiliki IPK 2,98. Nyaris banget ke angka 3,0. Lagi-lagi, karena ia sangat menginginkan lowongan pekerjaan tersebut, ia cenderung akan melobi persyaratannya, "Nyaris banget, bisa nggak sih?", atau mencari teman senasibn "Ada yg dulu IPK nya di bawah 3 dan nyoba daftar, nggak?". Masalahnya, sebagian besar rekrutmen pekerjaan saat ini sudah menggunakan aplikasi, yang mana kalau pelamarnya tidak memenuhi kualifikasi, otomatis gagal seleksi.

Well, apapun tujuan dari pertanyaan tersebut, semua dipicu karena adanya suatu keinginan dari diri kita. Kita sendiri lah yang dapat menyaring apakah keinginan kita tersebut sudah sejalan dengan kebutuhan organisasi.

Kalau memang mau nekat daftar, coba aja daftar, toh nggak rugi. Silakan isi formulir pendaftaran, penuhi persyaratan, done, tinggal tunggu hasilnya. Kalau memang belum lolos seleksi, jangan khawatir ya, artinya pekerjaan tersebut belum sesuai dengan potensi kita. Who knows, kita justru akan mendapatkan pekerjaan di tempat yang lebih baik atau justru jalan kita adalah jadi bos di perusahaan sendiri. 

Malu bertanya memang sesat di jalan, tapi... bertanyalah juga dengan bijaksana.


Sumber gambar:

https://chezlorraine.wordpress.com/ 

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Pernikahan: Pengalaman KPP Online

Ada yang sedang menyiapkan pernikahan Katolik? Gimana? Susah nggak? Atau justru masih butuh referensi?Kali ini saya mau share pengalaman persiapan pernikahan secara Katolik yang kami lewati selama setahun ini. Kalau kalian dan pasangan sama-sama Katolik, tinggal di kota yang berbeda dengan paroki asal atau alamat KTP, dan mau melangsungkan pernikahan, semoga cerita ini dapat membantu, ya. Salah satu tahap yang harus dilewati untuk pelaksanaan pernikahan Katolik adalah Kursus Persiapan Pernikahan (KPP). KPP ini perlu diikuti oleh kalian dan pasangan, maksimal 6 bulan sebelum pernikahan dan minimal 2 bulan sebelum tanggal penerimaan sakramen pernikahan.  Sebagai informasi, saya dan pasangan berencana menikah pada tanggal 24 Juli 2021 dan kami mengikuti KPP pada tanggal 13-14 Februari 2021. Saat itu, ada 2 alternatif tempat pelaksanaan KPP, yaitu di Gereja St Perawan Maria Katedral Jakarta dan Gereja St. Perawan Maria Katedral Bogor. Mempertimbangkan kemudahan akses dan persyaratan,

Halo!

Hi. I’m Riska, Indonesian. I grew up in Magelang before moving north to Semarang, the capital city of Central Java. Then I moved to Jakarta, the capital city (again) of Indonesia, for my career life.. Welcome to my blog..

Romeo India Sierra Kilo Alpha

Belum paham apa maksud judulnya? Baiklah, saatnya story time.. Di awal tahun 2018, ada acara yang cukup besar di kantor dan melibatkan banyak pihak eksternal, mulai dari Kementerian, BUMN, Perbankan, Perusahan Swasta, dan lain sebagainya. Saya pun diberi tugas untuk mengirimkan undangan dan melakukan konfirmasi kehadiran tamu. Biar cepet, konfirmasinya pakai telepon, tuh. Singkat cerita, salah satu perusahaan meminta saya bertukar alamat email untuk korespondensi acara. Berhubung alamat emailnya susah, saya minta Person In Charge (PIC)nya untuk mengeja alamat email dan ia pun mengeja huruf per huruf dengan kata-kata. Saya yang terbiasa mengeja huruf dengan A Be Ce De bingung dong. Saya pun minta PICnya untuk mengulang ejaannya berkali-kali. Dengan amat sangat polos, saya menuliskan kata per kata yang ia sebutkan itu. Di situ barulah saya sadar kalau huruf depan dari kata yang diucapkan itu adalah huruf yang dimaksud/dieja. Nah, tibalah giliran saya untuk menyampaikan alamat email. Untu